Thursday, November 10, 2011

Anak laut yang tak pernah lihat intan laut

“Anak laut yang tak pernah lihat intan laut.” Sekali lagi ia tertawa. “Bapakmu bagaimana, pernah lihat mutiara?”
“Cerita pun tidak pernah Bendoro.”
Kembali Bendoro tertawa terbahak. “Cuma orang-orang berani bisa dapatkan mutiara, Mas Nganten. Dia selami laut sampai ke dasarnya. Dibaliknya setiap karang di dasar sana, diangkatnya setiap tiram…”
Gadis Pantai merasa jantugnya terhenti berdetak, dan sebilah sembilu mengiris ujung hatinya. “Bapak sahaya, Bendoro, mungkin kurang berani, mungkin juga tidak menyelam,” katanya hati-hati. “Kasihan bapak sahaya, Bendoro. Kasihan memang. Tapi dia memang bukan cari mutiara, tapi cari nasi, jagung buat anak-bininya.”
“Salah,” Bendoro menggunting. “Mencari jagung tidaklah di laut.”
“Sahaya Bendoro. Mungkin itulah yang disebut takdir bagi orang-orang rendahan yang bodoh.”
“Ahai, guru ngaji yang ajari kau seperti itu?”
“Tidak, Bendoro.”
“Katakanlah, dari siapa?”
“Sahaya pernah dengar orang bilang, Bendoro, orang bawahan selalu lapar, karena itu matanya melihat segala-galanya, kupingnya dengar segala-galanya dan hatinya seakan segala-galanya, sedang jantungnya deburkan darah buat segala-galanya.”

*Gadis Pantai
(P.Ananta Toer)