Wednesday, November 9, 2011

“Aku terlalu lelah, Mas Nganten. Buatlah aku bermimpi tanpa tidur.”


Sunyi-senyap sejenak di dalam kamar. Tapi angin dari laut dengan ganasnya menggaruki genteng, sedang laut yang makin lama makin mendesak ke kota, dalam malam tanpa suara manusia, terdengar merangsang masuk ke dalam hati.
“Dengar!”
“Sahaya, Bendoro.”
“Apa yang terdengar?”
“Angin Bendoro.”
“Cuma angin?”
“Ombak Bendoro.”
“Kau suka pada laut?”
“Laut, itulah kampung sahaya Bendoro.”
“Dengar!”
“Sahaya, Bendoro.”
“Tak ada lagi kau dengar?”
“Suara Bendoro, Bendoro.”
“Tak ada lain yang terdengar?”
“Tidak, Bendoro.”
“Dekatlah, sini.”
“Sahaya, Bendoro.”
“Tak ada lain yang terdengar?”
“Nafas Bendoro. Bendoro.”
“Dekatlah lagi.”
“Sahaya.”
“Apa yang terdengar?”
“Apa Bendoro? Detak jantung?”
“Aku dengar juga nafasmu.”
“Sahaya, Bendoro.”
“Apa kau dengar lagi?”
Angin semakin menggaruk genteng. Dan ombak semakin mendesak kota.
“Pohon-pohon cemara sepanjang pantai itu takkan patah diterjang angin sebesar itu. Kau tahu dari mana datangnya cemara itu?”
“Tidak, Bendoro.”
“Itu keturunan cemara yang dibawa tuan besar Guntur waktu membuat jalan pos. waktu itu aku belum lahir, tapi ayahku bisa bercerita.”
“Sahaya, Bendoro.”
“Apa sekarang kau dengar?”
“Detak jantung Bendoro.”
Bendoro terdengar tertawa, “Benar, detak jantung.”
“Keras berdetakan.”
“Benar.”
“Nah, sekarang apa terdengar?” Tiada jawaban.
“Dengarkan lagi baik-baik.”
“Sahaya mendengarkan, Bendoro.”
“Ada?”
Diam sejurus. Angin berhenti menggaruk. Seekor burung hantu melenguh-lenguh sunyi pada pohon beringin di tengah alun-alun. Sedang ombak kian mengancam.
“Ada, Bendoro.”
“Apa yang terdengar?”
“Suara Bendoro. Suara kasih yang dibawakan oleh denyut jantung.”
“Kau mulai pintar. Mulai pintar—siapa ajari?”
Gadis pantai tertawa lemah.
“Siapa yang ajari?”
“Kasih Bendoro sendiri.”
“Bagaimana kau perlakukan kasih itu?”
“Sahaya sambut setiap saat dia bersuara, Bendoro.”
“Ah, Mas Nganten, kau belum lagi tanyakan apa oleh-olehku.”
“Sahaya, Bendoro.” Terdiam sebentar kemudian, …”tapi…, apakah oleh-oleh seorang suami, Bendoro, terkecuali rindu?”
“Tidak seluruhnya benar.  …………………………………..
                                       
*Gadis Pantai
(P.Ananta Toer)